Khutbah Idul Adha 1437H/2017M
Masjid Daarul ‘Ilmi STIK - PTIK
Esensi Pengorbanan dalam Perspektif
Islam
Oleh :
Dr. Mohammad
Syairozi Dimythi, M.Ed
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله
أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر كبيرا والحمد
لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه، مخلصين له
الدين ولو كره الكافرون، لا إله إلا الله وحده، صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم
الأحزاب وحده، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.
الحمد لله الذي أكرمنا بشهر ذي الحجة،
وندب لنا فيه الصيام والقيام وجميع العبادات والتضحية، وأشهد أن لا إله إلا الله
وحده لا شريك له أكرم الحجاج والعمار بأجزل الثواب وأكرم الضيافة، وأشهد أن سيدنا
وعظيمنا وشفيعنا محمدا عبده ورسوله خير من حج واعتمر وقام بالتضحية، فوزع وتصدق
وزيادة، اللهم فصل وسلم على نبي الرحمة وكاشف الغمة، وعلى آله وصحبه رافعي الراية
من البداية إلى النهاية.
أما
بعد: فيا أيها الإخوة الأحبة أوصيكم ونفسي بتقوى الله وطاعته فقد فاز المتقون.
فقد قال الله تعالى في محكم تنزيله
وهو أصدق القائلين، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم:
وأذن في الناس بالحج يأتوك رجالا وعلى
كل ضامر يأتين من كل فج عميق، ليشهدوا منافع لهم.
وقال تعالى : والبدن جعلناها لكم من
شعائر الله (الحج 36).
وقال صلى الله عليه وسلم: الحج
المبرور ليس له جزاء إلا الجنة.
معاشر
المسلمين رحمكم الله.
Bapak-bapak, ibu-ibu dan
saudara-saudari, jamaah shalat Idul Adha Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian 1437
H, yang dimuliakan oleh Allah s.w.t.
Di
pagi yang cerah ini, secerah hati setiap hamba yang menerima ampunan dan pahala
berlipat ganda, tak ada untaian kata yang terindah, tak ada ungkapan hati yang
lebih tulus dan tak ada tutur yang pantas terhatur, kecuali puji dan syukur
kepada Allah s.w.t., atas segala ni'mat dan karuniaNya, atas segala taufik dan
didayahNya dan atas segala kasih serta sayangNya yang telah diberikan kepada
kita semua, yang telah patuh dan tunduk kepada semua perintah dan petunjukNya.
Salawat
dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. beserta para keluarga dan
sahabat beliau, dengan harapan kita semua akan mendapat syafaatnya di hari
kemudian nanti. Amin.
Kaum
muslimin dan muslimat yang berbahagia
Hari ini adalah hari raya, dengan
takbir kita syiarkan hari raya kita, dengan takbir kita ukir kemerdekaan kita,
dengan takbir kita mulai shalat kita, dengan takbir kita kumandangkan adzan dan
iqomah kita, dengan takbir kita mulai peperangan kita, dan dengan takbir dibisikkan
di telinga kita ketika kita lahir, kita mulai kehidupan kita.
Maka syiar agama kita adalah Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd.
Jama'ah Rohimakulullah
Takbir bukanlah hanya sekedar
selogan yang diucapkan. Takbir bukanlah sekedar yel yel yang dikumandangkan.
Namun takbir artinya bahwa dunia dengan segala isinya di hadapan kita sangat
kecil di bandingkan dengan kebesaran Allah s.w.t.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
s.w.t.
Ibadah Qurban
adalah cermin dari haji yang mabrur
Pada hari ini, saudara-saudara kita
di Makkah Al-Mukarramah sedang menjalankan ibadah haji. Mereka meninggalkan dan
menanggalkan semua atribut keduniaan mereka, bersatu dalam keseragaman rupa dan
tujuan, untuk mendapatkan ampunan dari Allah swt. dengan menggapai haji yang
mabrur, yang diterima oleh Allah swt. yang pahalanya tak lain, kecuali sorga
yang Rasulullah s.a.w. janjikan:
الحْجُ المَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ
إِلاَ الْجَنَة
"Haji yang Mabrur, tidak ada balasan
baginya kecuali sorga".
Kata “mabrur” dalam hadits
ini, memiliki keterkaitan dengan kata al-birru yang berarti “kebajikan”
atau “perbuatan baik” yang dikerjakan atas dasar taqwa kepada Allah s.w.t. Kata
al-birru ini sering sekali digunakan di dalam Al-Qur’an, yang salah
satunya adalah di dalam firman Allah s.w.t.:
لَنۡ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰی تُنۡفِقُوۡا مِمَّا
تُحِبُّوۡنَ ۬ؕ
وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ شَیۡءٍ فَاِنَّ اللهَ بِهِ عَلِیۡمٌ﴿۹۲﴾
yang artinya:“Kamu tidak akan
mendapat kebaikan sebelum kamu mendermakan sebagian harta yang kamu cintai, dan
apa yang engkau nafkahkan dari sesuatu itu, maka sesungguhnya Allah s.w.t. maha
mengetahuinya”. (QS. Ali Imran: 92).
Kata-kata al-birru dalam ayat
di atas mengandung makna mendermakan atau menginfaqkan harta yang dicintai, kepada
orang-orang yang membutuhkannya. Mengapa kita harus menyisihkan sebagian harta
yang kita cintai itu? Karena di sinilah prinsip ajaran Islam mengajarkan, bahwa
harta yang kita miliki itu adalah “ujian”, ujian apakah kita akan dikuasai dan
diperbudak oleh harta, sehingga tidak mau mendermakan sebagian kecil dari harta
tersebut, atau sebaliknya, kita sang pemilik justru yang mengendalikan harta
itu, dan dengan mudah dapat mendermakan sebagian daripadanya, dan mensyukuri
rizki itu, sehingga dapat mendatangkan manfaat yang maksimal, baik bagi diri
kita, masyarakat kita, maupun agama kita.
Sesungguhnya melaksanakan ibadah shalat
Idul Adha dan menyembelih hewan qurban, tidak lain adalah merupakan ungkapan
rasa syukur dan terimakasih kita kepada Allah s.w.t. atas berbagai rizki dan
nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya yang beriman, yang diperintahkan
oleh Allah s.w.t. dalam Surah al-Kautsar (108),
اِنَّاۤ اَعْطَیۡنٰکَ الْکَوْثَرَ ؕ﴿۱﴾ فَصَلِّ لِرَبِّکَ وَ انْحَرْ ؕ﴿۲﴾ اِنَّ شَانِئَکَ هُوَ الْاَبْتَرُ ﴿۳﴾
yang artinya:
Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan
berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah (orang) yang
terputus (keturunannya)”.
Ma'asyirol
Muslimin Rohimakumullah
Ibadah kurban adalah Pelajaran
Berharga dari Nabi Ibrahim a.s.
Hari raya kurban atau biasa kita
sebut Idul Adha yang kita peringati tiap tahun tak bisa terlepas dari kisah
Nabi Ibrahim a.s. sebagaimana terekam dalam Surah ash-Shaffat ayat 102-111.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي
أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ
افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّا
أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ
(١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ
هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧) وَتَرَكْنَا
عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ (١٠٨) سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (١٠٩) كَذَلِكَ نَجْزِي
الْمُحْسِنِينَ (١١٠) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (١١١).
Maka tatkala anak itu sampai (pada
usia) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku!
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah
apa pendapatmu?” ia menjawab: “Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
103. tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). 104. dan Kami panggillah dia: “Hai
Ibrahim! 105. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 106.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. 107. dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar. 108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu
(pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian, 109.
(yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. 110. Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 111. Sesungguhnya ia Termasuk
hamba-hamba Kami yang beriman.
Begitulah kisah Nabi Ibrahim a.s.
dan Nabi Ismail a.s. yang dikisahkan di dalam Al-Qur'an yang mulia, yang penuh
dengan ujian dan cobaan, yang menjadi sumber utama ibadah haji, ibadah kurban
dan Idul Adha yang kita rayakan ini.
Dari kisah di atas, setidaknya ada
tiga pesan yang bisa kita tarik secara umum, yaitu:
Pertama,
tentang totalitas kepatuhan kepada Allah subhânau wata’âla.
Nabi Ibrahim yang mendapat julukan “khalilullah”
(kekasih Allah) mendapat ujian berat pada saat rasa bahagianya meluap-luap
dengan kehadiran sang buah hati di dalam rumah tangganya. Lewat perintah
menyembelih Ismail, Allah s.w.t. seolah hendak mengingatkan Nabi Ibrahim bahwa
anak hanyalah titipan. Anak betapapun besarnya cinta kita kepadanya, tak boleh
melengahkan kita dari cinta dan taat kita kepada Allah s.w.t.
Nabi Ibrahim lulus dari ujian ini.
Ia membuktikan bahwa dirinya sanggup mengalahkan egonya untuk tujuan membuktikan
ketaatannya kepada Allah s.w.t. Dengan penuh ketulusan, Nabi Ibrahim melaksanakan
perintah Allah s.w.t. yang disampaikan di dalam mimpinya itu.
Sementara Nabi Ismail, meski usianya
masih belia, beliau mampu membuktikan diri sebagai anak yang berbakti dan patuh
kepada perintah tuhannya, Allah s.w.t. Maka atas dasar kesalehan dan kesabaran
yang ia miliki, ia pun memenuhi panggilan Allah s.w.t. dengan menyerahkan
dirinya kepada ayahnya untuk disembelih dengan penuh keikhlasan. Itulah sebuah
teladan yang sangat agung dalam berserah diri secara totalitas kepada Allah
s.w.t. tanpa sedikit keraguan di hati keduanya.
Penyerahan diri kepada Allah s.w.t.
secara totalitas ini telah juga dicontohkan oleh para pendahulu kita di kala
mereka merebut kemerdekaan negara kita dengan harta, jiwa dan raga, mereka
berjuang dan mengorbankan semuanya demi kemerdekaan negeri ini, agar menjadi
negeri yang aman dan makmur, yang diridhoi oleh Allah s.w.t.
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُوْرٌ
Negeri yang rimbun, dalam ridho
(Allah) Tuhan yang maha pengampun.
Jamaah shalat Idul Adha yang
berbahagia!
Kedua
yang bisa kita ambil adalah tentang hakikat pengorbanan. Sedekah daging hewan
kurban hanyalah simbol dari makna korban yang artinya sangat luas, meliputi
pengorbanan dalam wujud harta benda, tenaga, pikiran, waktu, bahkan nyawa
sekalipun.
Pengorbanan merupakan manifestasi
dari kesadaran kita sebagai makhluk sosial yang mempunyai rasa dan karsa.
Bayangkan, apa yang akan terjadi, bila masing-masing manusia hanya memenuhi ego
dan kebutuhan diri sendiri saja, tanpa peduli dengan kebutuhan orang lain,
alangkah kacaunya kehidupan ini. Orang mesti mengorbankan sedikit waktunya,
misalnya, untuk mengantri dalam sebuah loket penjualan tiket, orang harus bersedia
menghentikan sejenak kendaraannya saat lampu merah lalu lintas menyala, dan lebih
dari itu, setiap orang harus mengurangi kebebasannya demi menaati hukum dan
aturan yang dibuat untuk kemaslahatan bersama. Sebab, keserakahan hanya layak
dimiliki oleh para binatang. Di sinilah perlunya kita “menyembelih” ego
kebinatangan kita, untuk menggapai kedekatan (qurb) kepada Allah, karena
esensi kurban adalah solidaritas sesama dan ketulusan murni untuk mengharap
keridhaan Allah s.w.t. semata dan itulah bukti dari ketakwaan kita kepada Allah
s.w.t. seperti yang difirmankan di dalam Al-Qur'an:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ
يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya. (Al-Hajj: 37)
Penyerahan diri secara totalitas kepada Allah s.w.t.
dengan jiwa dan raga, seperti yang dicontohkan oleh aparat kepolisian kita seharusnya
menjadi teladan di dalam kehidupan kita, terutama dalam menegakkan keadilan dan
menegakkan hukum di bumi pertiwi ini. Mereka yang gugur dalam tugas, itu adalah
bentuk dari penyerahan diri secara totalitas kepada Allah s.w.t. sehingga
tegaklah keamanan dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, balasan bagi mereka
adalah kehidupan yang abadi yang penuh dengan kenikmatan dan kesenangan di alam
barzakh dan di akhirat nanti. Allah s.w.t. berfirman:
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ
قُتِلُوْا في سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهمْ يُرْزَقُوْن
(169) فَرِحِيِنَ بِما آتاَهُمُ
اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُوْنَ بِالَّذِيْنَ لَمْ يَلْحَقُوْا بِهِم مِنْ
خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْن (170).
Janganlah kalian
menyangka mereka yang gugur di jalan Allah s.w.t. itu mati, akan tetapi mereka
itu hidup di sisi Allah s.w.t. dan diberi rizki (169) Mereka bergembira dengan
apa yang Allah s.w.t. berikan dari karunia-Nya, dan mereka memberi kabar
gembira kepada mereka yang belum menyusul mereka agar mereka tidak takut (mati)
dan tidak bersedih (meninggalkan dunia ini).
Ikhwati fillah!
Ketiga, kebahagiaan adalah hasil
perjuangan dan pengorbanan di jalan Allah.
Hikmah yang dapat kita ambil dari
ibadah kurban ini adalah bahwa kebahagiaan adalah hasil perjuangan dan
pengorbanan di jalan Allah s.w.t. Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. sebenarnya bukan
hanya pada peristiwa beliau bersama putranya Nabi Ismail a.s. saja. Pengorbanan
tersebut sudah dilakukan Nabi Ibrahim sejak beliau masih belia, ketika beliau
mempertahankan akidah di hadapan Raja Namrud, sehingga beliau disiksa dengan
dilempar ke dalam kobaran api yang maha dahsyat.
Meski beliau dalam kobaran api yang
sangat dahsyat selama empat puluh hari empat puluh malam, tapi Nabi Ibrahim
a.s. merasakan itulah kebahagiaan sejati. Tak ada kebahagiaan sepanjang
hidupnya yang melebihi kebahagiaan saat-saat berada dalam kobaran api. Al-Qur'an
melukiskan betapa firman Allah s.w.t. kepada api kala itu, dirasakan oleh Nabi
Ibrahim dalam kedamaian, yaitu:
يَا نَارُ كُوْنِي بَرْدًا وَسَلاَمًا
عَلَى إِبْرَاهِيْم
Wahai
api, jadilah kamu dalam keadaan sejuk dan sejahtera bagi Ibrahim.
Itulah api perjuangan, itulah api
pengorbanan, dan itulah kebahagiaan.
Maka, siapapun yang menginginkan
kebahagiaan hendaknya sadar untuk terus berjuang dan mau berkorban di jalan
yang benar. Takkan ada kebahagiaan tanpa perjuangan dan pengorbanan. Karena
sejatinya kebahagiaan bahkan terletak di dalam perjuangan dan pengorbanan
itu.
Jadi kesimpulannya bahwa:
1. Syiar agama kita adalah takbir dan syiar hari raya Idul Adha
kita adalah takbir. Mari kita isi waktu-waktu kita sampai akhir hari tasyrik,
yaitu hari ke-13 bulan zulhijjah ini dengan takbir , tahmid dan takbir dan amal
ibadah yang penuh dengan ketakwaan kepada Allah s.w.t.
2. Ibadah kurban dan shalat Idul Adha ini adalah ungkapan rasa syukur
kita kepada Allah s.w.t. atas berbagai nikmat yang diberikan kepada kita.
3. Hikmah dari ibadah peristiwa kurban yang diberikan teladan
oleh Nabi Ibrahim a.s. adalah sebagai bentuk dari penyerahan diri secara
totalitas kepada Allah s.w.t.
4. Pengorbanan yang harus kita teladani itu adalah pengorbanan
dalam arti yang luas, berkorban harta, jiwa dan raga demi agama, bangsa dan
tanah air kita.
5. Kebahagiaan berada di dalam pengorbanan, bahkan pengorbanan
itu sendiri itulah kebagiaan.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
اِنَّاۤ اَعْطَیۡنٰکَ الْکَوْثَرَ ؕ﴿۱﴾ فَصَلِّ لِرَبِّکَ وَ انْحَرْ ؕ﴿۲﴾ اِنَّ شَانِئَکَ هُوَ الْاَبْتَرُ ﴿۳﴾
yang artinya:
Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan
berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah (orang) yang
terputus (keturunannya)”.
بارك الله في القرآن العظيم ونفعنا
وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع
العليم أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم والمؤمنين والمؤمنات إنه هو الغفور
الرحيم.
Khutbah kedua
الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله
أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر ، الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان
الله بكرة وأصيلا، لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد وهو على
كل شيء قدير.
الحمد لله حمدا طيبا مباركا فيه،
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ، الرحمة
المهداه والنعمة المسداة والسراج المنير. اللهم فصل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله
وصحبه أجمعين. أما بعد:
Para
hadirin jama'ah Idul Adha yang mulia.
Akhirnya,
marilah kita mengangkat belah kedua tangan kita, kita memohon kepada Allah
s.w.t. semoga Allah mengabulkan semua permohonan kita:
Ya
Allah ya tuhan kami, berikanlah kekuatan kepada kami agar kami mampu
menjalankan semua perintah-perintah-Mu, dan menjauhkan larangan-larangan-Mu.
Perlihatkanlah kepada kami yang benar itu benar, agar kami dapat mengikutinya,
dan perlihatkanlah kepada kami yang salah itu salah, sehingga kami dapat
menjauhinya.
Ya
Allah yang maha penyayang dan maha pengampun, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa
ibu bapak kami, serta saudara-saudara kami. Bagi mereka yang sudah wafat,
berikanlah kedamaian di dalam kubur mereka, sedangkan bagi mereka yang masih
ada, berikanlah panjang umur dan kesehatan kepada mereka dalam ta'at kepada-Mu.
Ya
Allah yang maha adil dan maha bijaksana, tegakkanlah keadilan di negeri kami,
berikanlah kekuatan kepada kami dan para pemimpin kami untuk menjalankan dan
menegakkan hukum dengan seadil-adilnya sehingga kami dapat hidup dalam
kedamaian dan ketenteraman.
Ya
Allah yang maha memberi petunjuk, berilah kesabaran kepada para pemimpin kami,
agar mereka dapat meneruskan kepemimpinan mereka dengan penuh tanggung jawab
dalam menyejahterakan bangsa kami.
Ya
Allah ya tuhan kami terimalah permohonan dan do'a kami.
اللهم اغفر
للمسلمين والمسلمات، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات.
اللهم دبرنا
فإنا لا نحسن التدبير، والطف بنا
يا مولانا فيما جرت به المقادير، إنك على ما تشاء قدير، وبالإجابة جدير، إنك يا
مولانا نعم المولى ونعم النصير.
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة
حسنة وقنا عذاب النار.
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله
وصحبه أجمعين، والحمد لله رب العالمين.
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, 10 Zulhijjah 1437H-1 September 2017
Dr. M. Syairozi Dimyathi, M.Ed.